B. Arab

Pertanyaan

sebutkan kaum khuarzamsyah

1 Jawaban


  • Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam atau sering disebut dengan istilah ‘’The Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendekiawan-cendekiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Banî ‘Abbâs mewarisi imperium besar Bani Umayah. Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil lebih banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Umayah yang besar.

    Selain itu, perubahan tatanan negara juga ditengarai perubahan iklim sosial, pemerintahan, sampai politik. Hal ini dikarenakan selama 5 abad lebih kekuasaan Abbasiyah terdapat gesekan politik pemerintahan yang tidak menentu. Pada satu fase mungkin nampak stabil, dikarenakan kekuasaan secara penuh berada di tangan penguasa (khalifah). Namun pada fase yang lain, justru kekuasaan penguasa semakin melemah karena beberapa faktor baik internal maupun eksternal.

    Abbasiyah, yang notabene merupakan dinasti yang memiliki kekuasaan dalam rentang waktu yang cukup lama dibandingkan dinasti yang lain, membuat penulis tertarik untuk mengulas sekilas tentang politik, ekonomi, administrasi, pemerintahan dan lain sebagainya.


    Dinasti Abbasiyah 
    Kekuasaan dinasti Banî ‘Abbâs atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-‘Abbâs, paman Nabi Muhammad saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abû al-‘Abbâs ‘Abdullâh ash-Shaffâh ibn Muhammad ibn ‘Alî ibn ‘Abdullâh ibn al-‘Abbâs[1]. Kekuasaan dinasti Abbasiyah berlangsung dalam waktu yang panjang, yakni dari tahun 132 H. (750 M.) sampai dengan 656 H. (1258 M.). Selama  kekuasaan Abbasiyah, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya.  Sebelum lebih jauh membahas tentang periodeisasi pemerintahan Abbasiyah, terlebih dahulu perlu dicatat bahwa salah satu faktor terjadinya revolusi pemerintahan Abbasiyah, yakni banyaknya kelompok (di antaranya Syiah, Khawarij, dan Mawâlî[2]), umat yang sudah tidak lagi mendukung kekuasaan imperium Bani Umayyah yang korup, sekuler dan memihak sebagian kelompok.[3] 

    Adalah Abû al-‘Abbâs Ash-Shaffâh[4], pelopor-penggerak revolusi Abbasiyah dengan menggunakan ideologi keagamaan untuk meruntuhkan legitimasi kekuasaan Bani Umayyah. Bentuk propaganda tersebut berisi tentang pujian dan pembelaan Abbasiyah terhadap agama Islam, tentang ketakwaan, dan keutamaan keluarga dikarenakan memiliki kekerabatan yang dekat dengan Nabi Muhammad.[5] Menurut Hasan Ahmad,  propaganda ini berisi tiga hal penting, yaitu “al-musâwah” (persamaan antarbangsa),  al-imâmah li al-ridlâ min âl Muhammad(menjadikan pemimpin yang sah dari kerabat dekat Nabi),al-da‘wah ilâ al-ishlâh (mengajak untuk berdamai).[6] 

    Propaganda tersebut pada intinya memberikan legitimisi  keagamaan keluarga ini untuk menggantikan Bani Umayyah dalam memimpin umat. Dan terbukti menjadi propaganda yang jitu guna menarik koalisi dari kelompok lain.

    Propaganda Abbasiyah dimulai ketika ‘Umâr ibn ‘Abd al-‘Azîz (717-720 M.) menjadi Khalifah dinasti Umayyah. Umar memimpin dengan adil. Ketenteraman dan stabilitas negara memberikan kesempatan kepada gerakan Abbasiyah untuk menyusun dan merencanakan gerakannya yang berpusat di Al-Humaimah. Pemimpin waktu itu adalah ‘Alî ibn ‘Abdillâh ibn ‘Abbâs, seorang zahid. Dia kemudian digantikan anaknya, Muhammad, yang memperluas gerakannya. Dia menetapkan tiga kota sebagai pusat gerakan, yaitu Al-Humaimah sebagai pusat perencanaan dan organisasi, Kufah sebagai kota penghubung, dan Khurasan sebagai pusat gerakan praktis. Muhammad wafat pada 125 H/ 743 M. dan digantikan anaknya Ibrahîm al-Imâm.  Panglima perangnya adalah seorang yang kuat asal Khurasan bernama Abû Muslim al-Khurasânî.[7] Abû Muslim berhasil merebut Khurasan yang selanjutnya disusul kemenangan demi kemenangan. Pada awal tahun 132 H/ 749 M, Ibrahîm al-Imâm tertangkap oleh pemerintah Umayyah dan dipenjara sampai meninggal. Kemudian dia digantikan oleh saudaranya , Abû ‘Abbâs. Tidak lama kemudian, bala tentara Umayyah dan Abbasiyah terlibat dalam pertempuran di Sungai Zab bagian Hulu.[8] Sistem Pemerintahan pada dinasti Abbasiyah berbeda dengan dinasti sebelumnya yang bersifat pemerintahan monarki, seperti yang ditegaskan oleh Ira M. Lapidus: 

    Upon coming to power, Mu’awiya began a new cycle of efforts to reconstruct both the authority and the power of Caliphate, and to deal with factionalism within the ruling elite. Muawiya began to change a coalition of Arab tribes into centralized monarcy.[9] 



Pertanyaan Lainnya